Bagaimana kaitan durasi dan kualitas tidur dengan perilaku makan? Apakah durasi tidur yang pendek mempengaruhi kebiasaan makan ? Mari kita simak pada artikel berikut.
Tidur merupakan kondisi biologis manusia untuk mempertahankan keadaan homeostatis di dalam tubuhnya. Durasi tidur sendiri merupakan waktu yang dihabiskan seseorang saat tidur. Durasi tidur yang baik ialah durasi tidur yang berjumlah sesuai dengan usia. Pada kelompok usia dewasa, durasi tidur normal yang dibutuhkan yaitu berkisar antara 7 hingga 9 jam. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan durasi tidur yang pendek dengan obesitas, namun tidak secara langsung. Durasi tidur yang pendek mempengaruhi keseimbangan hormon nafsu makan yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan yang merupakan faktor paling besar yang mempengaruhi indeks massa tubuh.1
Adanya pengaruh gaya hidup sekunder atau sedentary lifestyle menunjukan adanya perubahan dalam durasi tidur pada masing-masing individu. Hal ini dapat disebabkan pengaruh stress, aktivitas malam serta kebasaan mengonsumsi kafein dalam jumlah banyak. Berdasarkan penelitian klinis yang sudah dilakukan, menunjukkan adanya pengaruh durasi tidur yang pendek memicu terjadinya beberapa macam gangguan pada kesehatan antara lain obesitas, diabetes tipe 2, hipertensi serta penyakit kardiovaskular.2
Durasi tidur yang pendek mempengaruhi keseimbangan hormon nafsu makan yang berpengaruh terhadap perilaku makan yang merupakan faktor paling besar yang mempengaruhi indeks massa tubuh. Durasi tidur juga dipengaruhi oleh adanya kualitas tidur. Kualitas tidur didefinisikan sebagai bentuk kepuasan individu terhadap tidurnya. Menurut American Psychiatric Association, kualitas tidur merupakan suatu keadaan kompleks yang melibatkan beberapa dimensi. Berdasarkan penelitian, kualitas tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik dan tidak mengeluh karena mengalami gangguan tidur.1,3
KAITAN DURASI TIDUR DENGAN HORMON
Durasi tidur yang pendek mempengaruhi mekanisme hormon leptin dan ghrelin yang merupakan hormon yang mengatur homeostatis energi dalam tubuh. Hal tersebut yang berkaitan dengan perubahan indeks massa tubuh yang kemudian cenderung menjadi obesitas. Hormon leptin merupakan hormon turunan adiposit yang menekan nafsu makan sehingga tidak merasa kenyang. Sedangkan hormon ghrelin yang merupakan turunan peptida meningkat sehingga memicu nafsu makan yang lebih dibandingkan orang dengan durasi tidur normal. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa selama dua malam berturut-turut, seseorang yang memiliki durasi tidur < 7 jam menyebabkan adanya penurunan kadar leptin sebesar 18% dan peningkatan kadar ghrelin sebesar 28%.1
Studi menunjukkan adanya penurunan konsentrasi kadar leptin dan kenaikan kadar grelin pada seseorang yang memiliki durasi tidur rendah setelah adanya perubahan indeks massa tubuh. Adanya peningkatan konsentrasi kadar ghrelin berisiko terjadinya peningkatan asupan makan. Selain itu, seseorang yang memiliki durasi tidur yang rendah, tingkat aktivitas fisik cenderung rendah sehingga mempengaruhi keseimbangan energi.1,4
DURASI TIDUR DAN FAKTOR HEDONIK
Faktor hedonik merupakan salah satu faktor yang juga berperan dalam perubahan asupan makan akibat durasi tidur pendek. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa adanya peningkatan aktivitas otak dan pusat makanan yang sensitif dalam menanggapi rangsangan makanan yang kurang sehat pada seseorang yang memiliki jam tidur < 7 jam dibanding seseorang yang memiliki jam tidur normal. Saat seseorang mengalami kurang tidur akut maupun kronis, sistem syaraf menunjukkan adanya peningkatan proses stimulus hedonik di otak dan mengubah konektivitas otak sehingga menginginkan asupan makan yang lebih banyak. Selain itu, hal tersebut juga mempengaruhi aktivitas kerja otak dalam merespon dan mempengaruhi keinginan dan keputusan makan. Stimulus yang tercipta cenderung mengarah kepemilihan makanan yang tinggi densitas energi dan camilan sehingga terjadi peningkatan asupan total energi.1
Durasi tidur yang rendah menghasilkan waktu seseorang terjaga lebih panjang yang kemudian memberi kesempatan dalam peningkatan asupan makan. Seringkali aktivitas makan yang terjadi yaitu makan yang terlalu malam (late night) dan terlalu pagi (early morning). Berdasarkan sebuah studi yang pernah dilakukan, makanan yang sering kali dipilih dalam kondisi tersebut ialah makanan yang tinggi karbohidrat dan camilan dengan densitas energi tinggi, serta lebih memilih camilan dibanding makan utama. Hal inilah yang dapat menjadi penghubung risiko terjadinya obesitas pada seseorang yang durasi tidurnya pendek.4
Terdapat efek kalori pada metabolisme tubuh dan kesehatan dipengaruhi oleh waktu. Seseorang yang memiliki waktu tidur yang kurang dari normal cenderung memilih mengonsumsi makan pada saat waktu setelah makan malam dan sebelum sarapan. Hal ini lah yang juga dapat mempengaruhi terjadinya obesitas akibat durasi tidur yang pendek. Namun, pengaruh waktu makan dengan jumlah kalori yang dimetabolisme juga dapat dihubungkan dengan pengaruh profil hormon, ekspresi kunci gen metabolik, dan fungsi organ pencernaan.1
Referensi :
Dashti HS, Scheer FA, Jacques PF, Lamon-Fava S, Ordovás JM. Short Sleep Duration and Dietary Intake: Epidemiologic Evidence, Mechanisms, and Health Implications. Advances in Nutrition. Published online November 1, 2015:648-659. doi:10.3945/an.115.008623
Shin D, Hur J, Cho KH, Cho EH. Trends of self-reported sleep duration in Korean Adults: results from the Korea National Health and Nutrition Examination Survey 2007–2015. Sleep Medicine. Published online December 2018:103-106. doi:10.1016/j.sleep.2018.08.008
Nolan LJ, Geliebter A. Night eating is associated with emotional and external eating in college students. Eating Behaviors. Published online August 2012:202-206. Doi : 10.1016/j.eatbeh.2012.02.002
Hirotsu C, Tufik S, Andersen ML. Interactions between sleep, stress, and metabolism: From physiological to pathological conditions. Sleep Science. Published online November 2015:143-152. doi:10.1016/j.slsci.2015.09.002